Ia terlahir seperempat abad yang
lalu di sebuah keluarga kecil dengan kebahagiaan yang berlimpah. Ditakdirkan
menjadi anak perempuan pertama yang tak sedikit menganggap itu susah. Perempuan
sulung harus memiliki fisik dan mental yang kuat untuk menghadapi pergolakan
dunia yang semakin hari semakin riuh.
Dan di kebun samping rumahnya, ia
lebih sering menghabiskan waktu bercengkrama dengan tanaman, meluapkan resah
dan gelisah. Karena kadang berbicara dengan manusia adalah sia-sia, bukan
menemukan sebuah solusi namun justru mendapat sebuah konflik batin yang
berkecamuk. Rumit memang, disimpan menjadi beban, diceritakan menambah
kebimbangan. Ya itulah manusia, tak bisa lepas dari problematika.
Namun, hebatnya meski
berkali-kali ia terbentur, terurai dan bahkan kehilangan dirinya. Ia mampu
kembali menemukan dan membentuk pribadi yang baru yang lebih kuat dan dewasa.
Ntah kalian sadari atau tidak, setiap kali ingin menyerah terkadang secara tiba-tiba
kita mendapatkan jalan lagi. Ya, sepertinya Tuhan ingin tahu seberapa gigih
usahamu, keikhlasan dan kesabaranmu.
Ah tapi sebentar, sepertinya
setelah berbicara dengan teman-teman hijaunya ternyata juga sia-sia, dia masih
terlihat bimbang. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang murung tanpa senyum.
Memang di sana ia mendapatkan ketenangan tapi itu hanya sesaat, setelah
meninggalkan kebunnya, kepalanya masih berisik diiputi tanda tanya.
Sebenarnya dia bukan hanya sekedar membutuhkan sebuah ketenangan, namun juga
sebuah solusi yang ia harapkan mampu merubah hidupnya menjadi lebih baik lagi
dan bisa menikmati senja yang indah.